Thursday, 18 June 2015

SUMBANG SARAN UNTUK MENGATASI PERUBAHAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dunia pendidikan di Indonesia saat ini baru menjadi sorotan yang cukup tajam baik oleh kalangan pendidik, siswa maupun masyarakat pada umumnya.Pembicaraan bukan pada sisi positifnya melainkan cenderung ke hal-hal yang bersifat negatif. Carut-marutnya dunia pendidikan di Indonesia menghiasi  berbagai masmedia baik cetak maupun elektronik.

Sistem pendidikan di  bumi tercinta ini memang belum stabil yang ditandai dengan munculnya kekacauan sistem yang berlaku selanjutnya berimbas pada ketidakberhasilan siswa dalam perolehan hasil akhir lewat jalur formal .Hari ini Unas Paket A dan B Digelar, 60% Peserta dari Pendidikan Formal. ( Kedaulatan Rakyat ,Selasa Wage 26 Juni 2007 ).  Dari data ini menunjukkan bahwa siswa yang gagal dalam menempuh Unas secara formal cukup banyak.Ketidakberhasilan ini pasti aka menambah parahnya situasi yang memang sudah kacau sebelumnya.

Mengapa hal ini bisa terjadi?
Marilah kita tengok kembali apakah sebenarnya maksud pendidikan itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua , pendidikan adalah proses  pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran  dan latihan, proses, perbuatan, cara mendidik. Selanjutnya untuk mendewasakan manusia muda membutuhkan cara yang sesuai dan untuk memperoleh hasil yang maksimal , dibutuhkan  kerja sama dari berbagai pihak. Sedangkan kurikulum itu sendiri adalah kerangka  sebagai wadah yang dipakai sebagai acuan oleh para pelaku  pendidikan untuk memudahkan dan menyeragamkan hal-hal yang akan dicapai. Kurikulum menjadi pedoman kea rah mana  pendidkan akan dibawa.

Dalam perjalanan ternyata kurikulum mudah sekali berubah. Komentar yang  sering terdengar berkaitan dengan hal itu , “ Ah, biasa , ganti menteri ya ganti kebijakan alias ganti kurikulum.”
Perubahan ini semula dilakukan dengan alasan  memperbaiki sistem pendidikan dan meningkatkan  kualitas sumber daya  manusia . Namun kenyataannya pergantian kurikulum kurang memberikan perubahan seperti yang diharapkan , bahkan terkesan kurang dipersiapkan secara matang sehingga terjadi kekacauan. Hal ini bias kita lihat dari para guru yang secara tidak sadar berkeluh kesah kepada siswa tentang  kebingungannya menyikapi kurikulum baru .

Kita sebagai siswa yang dijadikan objek dalam pendidikan hanya bisa  bertanya-tanya, “ Apa sebenarnya maksud pergantian kurikulum ini ?” Yang bisa kita rasakan adalah semakin repot dan tentu saja  yang lebih pusing adalah  para guru kita.. Belum selesai mencermati kurikulum yang baru saja berlaku tiba-tiba harus ganti dengan yang baru. Seperti yang kita  ketahui sekarang ini , para guru baru saja mencoba  mengakrabi  Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) bahkan belum bisa menemukan  solusi yang tepat untuk menyikapi  pelaksanaan ujian yang memunculkan  beberapa  protes yang banyak dimuat di  beberapa  waktu  yang lalu , tiba-tiba ada instruksi bahwa  setiap sekolah wajib  dan harus menerapkan  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  ( KTSP )  yang terkesan  terburu-buru.  Munculnya KTSP ini pun tak urung menuai banyak pro dan kontra.

Perubahan ini dilakukan  dengan harapan mengejar ketertinggalan dengan Negara lain.  Dengan adanya globalisasi mampu membuka cakrawala berpikir masyarakat secara global . Apa yang terjadi di luar negeri dan dianggap baik bisa memberi aspirasi kepada sementara masyarakat kita untuk menerapkan di Negara kita  ( Suprapto, 2005)

Padahal sebenarnya  kita bisa menempuh debgan cara lain yang lebih arif. Frans Magnis Suseno seorang tokoh pendidikan  berpendapat bahwa ,Pendidikan  bukan semata soal “policy”. Pendidikan adalah sebuah keberanian untuk takut, kita harus berani untuk melakukan jalan lain . Masalah pendidikan yang ada di Indonesia cukup berlimpah, tapi perlu segera dibenahi dan yang paling penting adalah sektor pendidikan dasar 9 tahun bisa dinikmati  semua bangsa  dan tujuan pendidikan perlu ditinjau kembali.(Magnis, 2006)

Pro kontra  adanya  perubahan sistem pendidikan  sulit untuk diberikan jalan tengah., terbukti dengan terus adanya perubahan yang  relatif cepat.
Sampai sekarang ini Indonesia sudah mengalami perubahan  sebanyak delapan kali , pertama tahun l947 kemudian  tahun l952, tahun l968  dilanjutkan tahun l975, tahun l984, tahun l994 selanjutnya kurikulum 2004 dan dilanjutkan  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.(Drs.Sudaryono, 2006 )
Dengan kurikulum yang terakhir ini harapannya semua sekolah harus mengembangkan kurikulum masiong-masing. Menurut para guru ,  beliau  diberi  kebebasan  mengembangkan  sendiri-sendiri sesuai  dengan karakteristik daerah, lingkungan dan kondisi siswanya.

Menyikapi hal ini T.Riyanto  dalam buku Pembelajaran sebagai Proses Bimbingan Pribadi  memberi solusi :Akan lebih senang jika pembelajaran memiliki ciri bertujuan mengembangkan daya imajinasi  dan mengembangkan  ketrampilan berkomunikasi, mengembangkan perasaan seseorang untuk menghadapi  realitas kehidupan. ( T.Riyanto, 2002 )

Dengan cara yang diberikan oleh Riyanto di atas harapannya  kurikulum tidak lagi  mudah berubah karena  guru bisa bebas berkreasi , mengembangkan  wiri sesuai profesi . Sebaliknya siswa  yang menerima beban kurikulum  tidak merasa tertekan  dan kadang  merasa kasihan jika mendengarkan  keluh kesahnya guru – guru  dalam melaksanakan tugas dan yang paling berat adalah  dalam penentuan kelulusan.
Memang  sistem pendidikan  di  negara kita  belum stabil, perubahan terus mengikuti seiring dengan bergantinya  kepemimpinan , seolah-olah  mengikuti selera pemimpinnya.  Meski  semua itu  belum tampak adanya  perubaha ke  arah yang lebih  maju.

Tentu saja hal ini membutuhkan penanganan yang serius  dari para pelaksana pendidikan . Seterusnya kita para pelajar  sudah semestinya  ikut ambil bagian dalam mewujudkan sistem pendidikan yang mantap  dengan cara rajin belajar,  kritis  untuk memecahkan permasalahan  dan siap  melaksanakan tugas dalam  menghadapi tantangan zaman.

Sebaiknya kita tidak perlu risau  sebab  justru akan menjadikan  diri kita ogah-ogahan  tak punya semangat  yang akan membuat pola pikir pelajar terbelenggu  dengan suasana yang serba semu. Begitu pula para guru bisa bebas  mengembangkan kreasinya  tanpa dibebani  urusan  perubahan kurikulum  dan  pendidikan di Indonesia  menjadi  lebih cerah.. Semoga !

No comments:

Post a Comment